Selasa, 19 April 2016

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.     Latar Belakang
Sulawesi Tengah adalah salah satu propinsi di Kepulauan Sulawesi yang memiliki 3 perairan sekaligus dan hal ini tidak dimiliki oleh provinsi-provinsi lainnya di Kepulauan Sulawesi, perairan-perairan itu terdiri atas Teluk Tomini, Teluk Tolo dan Selat Makassar/Laut Sulawesi. Jika di pandang dari keberadaan 3 wilayah perairan tersebut maka seharusnya Provinsi Sulawesi Tengah adalah termasuk daerah yang mengandalkan sumberdaya hasil perikanan sebagai salah satu aset pendapatan daerah.   
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sulawesi Tengah pada Tahun 2010 melaporkan bahwa hasil perikanan tangkap adalah 149,083,41 ton/thn yang terdiri atas beragam jenis ikan diantaranya ikan pelagis besar seperti ikan tuna, ikan cakalang, ikan bobara dan ikan pelagis kecil seperti ikan tongkol, ikan layang, ikan selar, dan ikan sardin, sedangkan jenis ikan domersal terdiri atas ikan sunu, ikan kakap, ikan tenggiri, dan ikan kerapu dan lain-lain.

Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena banyak mengandung protein. Dengan kandungan protein dan air yang cukup tinggi, ikan termasuk komoditi yang sangat mudah membusuk (highlyperishable). Maka dari itu, dalam era perdagangan bebas, mutu dan konsistusi mutu produk harus dipenuhi oleh perusahaan yang memproduksi olahan hasil perikanan (Afrianto dan Liviawati, 1989).
Salah satu metode pengawetan ikan adalah dengan pengolahan ikan segar menjadi ikan asin. Ikan asin merupakan hasil proses penggaraman dan pengeringan. Rasa dagingnya yang asin, tetapi dapat pula dibuat rasa tawar sehingga ikan ini sangat digemari oleh masyarakat. Beberapa jenis ikan yang biasa diawetkan menjadi ikan asin adalah ikan kakap, tenggiri, tongkol, kembung, layang, teri, petek, dan mujair  (Djarijah. 1995)
Pada industri pengolahan ikan asin di beberapa daerah di Indonesia, larutan formalin digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses pembuatan ikan asin. Penggunaan formalin oleh para pengolah bertujuan sebagai bahan pengawet dan penambah rendemen ikan asin yang dihasilkan. Pemberian larutan formalin sudah dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1168/MENKES/PER/X/1999 tanggal 4 Oktober 1999. Pemerintah sulit mengambil tindakan terhadap para pengolah yang menggunakan formalin, karena hingga saat ini belum ada alternatif selain formalin untuk mengawetkan ikan asin.
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Secara kimiawi mengandung sekitar 37% formaldehid dalam air, sebagai bahan pengawet biasanya ditambahkan metanol hingga 15%. Secara umum formalin digunakan di laboratorium, antara lain untuk pengawetan spesimen dan mayat. Formalin sering disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Hal ini sering ditemukan diskala rumah tangga, tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh instansi Departemen Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) setempat (Judarwanto, 2006). Selanjutnya Syam (2007), mengemukakan formalin adalah racun yang bersifat karsinogen (Penyebab Kanker) dan tidak ada level aman untuk formalin jika tertelan seberapapun encernya. Dengan demikian formalin merupakan zat toksik dan sangat iritatif untuk kulit dan mata serta bagi tubuh manusia (saluran pernapasan, mengganggu fungsi hati, ginjal dan alat reproduksi).
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat jelas dampak terhadap penggunaan formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen serta sering menjadi isu di tengah-tengah masyarakat. Untuk mengetahui  adanya formalin yang digunakan di berbagai produk hasil perikanan, maka diperlukan suatu penelitian yang lebih mengacu kepada monitoring penggunaan formalin pada ikan asin diberbagai wilayah yang berbeda di Propinsi Sulawesi Tengah dengan mengambil sampel pada masing-masing kabupaten  yang memiliki potensi pengolahan  ikan asin yang banyak dikenal oleh masyarakat, seperti Daerah Pagimana yang dikenal dengan ikan asinnya yang sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang gurih dan tekstur daging yang baik sehingga beberapa daerah banyak meminati, sedangkan Daerah Ampana mempunyai potensi ikan domersal yang memadai sehingga masyarakat manfaatkan untuk pengolahan ikan asin, sedangkan Daerah Poso dan Parigi Moutong masih memanfaatkan hasil olahan dari daerah pagimana dan ampana untuk dijual kepasar-pasar tradisional yang ada di Daerah Poso dan Parigi Moutong.

1.2    Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan penggunaan formalin pada ikan asin dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah.
Sedangkan kegunaan penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi yang akurat kepada Dinas Perikanan dan Kelautan dan instansi terkait juga kepada masyarakat selaku konsumen mengenai keberadaan penggunaan formalin pada ikan asin dari berbagai wilayah yang berbeda di Propinsi Sulawesi Tengah.

1.3    Hipotesis
H0     “ Tidak terdapat Penggunaan Formalin pada ikan asin pada beberapa wilayah yang berbeda di Propinsi Sulawesi Tengah.
H1     “  Terdapat Penggunaan Formalin pada ikan asin di beberapa wilayah yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN PUSATAKA


2.1    Komposisi Kimia Ikan Asin
Bahan baku pembuatan ikan asin adalah ikan dan garam. Untuk mendapatkan ikan asin yang berkualitas, bahan baku harus bermutu baik ikannya harus segar dan garamnya adalah garam murni. Ukuran dan jenis ikan sebaiknya seragam agar proses penetrasi (peresapan) garam dalam daging ikan bisa sempurna (Djarijah, 1995).
Afrianto dan Liviawaty (1994), mengatakan secara garis besar selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Ketika sudah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh ikan, maka pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah.
Komponen yang biasa tercampur dalam garam murni adaalah MgCl2 (Magnesium Klorida), CaCl2 (Kalsium Klorida), MgSO4 (Magnesium sulfat), CaSO4 (Kalsium sulfat), lumpur dan lain-lain. Jika garam yang digunakan mengandung Mg (Magnesium) dan Ca (Kalsium) akan menghambat proses penetrasi garam kedalam daging ikan.
Air adalah merupakan komponen terbanyak pada daging ikan asin, yaitu sekitar 80 % (Direktorat Gizi, 1981). Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional, mengakibatkan hilangnya protein ikan yang dapat mencapai 5%, tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt , 1988). Secara ringkas gambaran nilai nutrisi pada ikan asin dapat di lihat  pada Tabel 2 dibawah ini.
Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Asin
Komponen
Ikan Asin (%)
1.    Protein
2.    Lemak
3.    Fosfor
4.    Besi
5.    Vitamin B1
42,00
1,50
0,30
0,002
0,01
Sumber : Direktorat Gizi (1981)

2.2    Deskripsi Formalin
Formalin atau formaldehida adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet. Sebenarnya fungsi formalin adalah sebagai desinfektan namun oleh sebagian orang disalah gunakan untuk mengawetkan ikan untuk mencegah kerugian. Formalin dapat berguna sebagai desinfektan karena membunuh sebagian besar bakteri dan jamur. Hal ini juga digunakan sebagai pengawet dalam vaksin, dimana formalin digunakan untuk membunuh virus dan bakteri yang tidak diinginkan yang mungkin mencemari vaksin selama produksi (Wikipedia, 2007).  Berikut adalah daftar dari pada kegunaan formalin sebagai berikut :
1.     Pengawet mayat
  1. Pembasmi lalat dan serangga pengganggu lainnya.
  2. Bahan pembuatan sutra sintetis, zat pewarna, cermin, kaca
  3. Pengeras lapisan gelatin dan kertas dalam dunia Fotografi.
  4. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
  5. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
  6. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
  7. Pencegah korosi untuk sumur minyak
  8. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (kurang dari 1%), Formalin digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet.
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid dalam air dengan kadar 30-40 %. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20 dan 10 % serta dalam bentuk tablet yang beratnya masing-masing sekitar 5 gram. Larutan formalin ini tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Senyawa kimia formaldehida merupakan aldehida, bentuknya gas yang rumus kimianya H2CO (Gambar 1) seperti dibawah ini.
.




Gambar 1. Rumus Kimia Formaldehid

 Formaldehid dapat terbentuk dari reaksi methanol dan oksigen yang terjadi pada suhu 250 0C berdasarkan persamaan kimia sebagai berikut :
2 CH3OH + O2          2 H2CO + 2 H2O


2.3    Dampak Formalin Bagi Tubuh Manusia
Formalin jika termakan, dalam jangka pendek tidak menyebabkan keracunan, tetapi jika tertimbun di atas ambang batas dapat mengganggu kesehatan. International Proggrame on Chemical Safety menetapkan bahwa batas toleransi yang dapat diterima dalam tubuh maksimum 0,1 mg perliter (Harmoni, 2006). Bahaya formalin dalam jangka pendek (akut) adalah apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit jika menelan, mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati, limpa, pankreas, susunan syaraf pusat dan ginjal. Bahaya jangka panjang adalah iritasi saluran pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada (Republika, 2005). Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haematomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu 3 jam.
Menurut Direktorat Pemasaran Dalam Negeri (2006) mengatakan bahwa beberapa peraturan yang telah melarang penggunaan zat berbahaya termasuk formalin sebagai bahan pengawet adalah sebagai berikut :
-       UU Perikanan No. 31 tahun 2004 - Pelaku penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan diancam kurungan 6 tahun penjara atau denda Rp 1,5 miliar.
-       UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen – Pengguna Bahan terlarang sebagai bahan tambahan makanan dikenai ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun serta denda paling banyak 2 miliar.
-       Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan – Pelaku Penggunaan bahan yang dilarang dipakai sebagai bahan tambahan pangan seperti formalin, diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 600 juta.
-       Kepmenkes No 722 tahun 88 tentang bahan tambahan makanan.
-       Keputusan Menteri Kesehatan No. 472/1996 tentang Pengamanan Bahan Berbahaya bagi kesehatan.
-       Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 254/2000 tentang Tata Niaga Impor dan Peradaran Bahan Berbahaya Tertentu.
Efek pada kesehatan manusia langsung terlihat : seperti iritasi, alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut dan pusing, efek ini terlihat setelah terkena dalam jangka waktu yang lama dan berulang : iritasi kemungkin parah, mata berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, system saraf pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker) akibat mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin.

2.4   Penggunaan Formalin Pada Beberapa Jenis Ikan
Berikut ini adalah Rekapitulasi Hasil Uji Sampel Pangan yang diduga Mengandung Formalin “Sampling” Bulan November – Desember 2007 di Pasar Tradisional dan Supermarket di Jabotabek.





Tabel 2. Hasil uji sampel yang mengandung formalin
No
Jenis Sampel
Jumlah Sampel
Positif Formalin
Negatif
1
Mie Basah
23
15
8
2
Tahu
41
19
22
3
Ikan Asin
34
22
12
Jumlah
98
56
42
Sumber : Balai POM, www.umesc.usgs.gov

Bila melihat ambang batas toleransi, ikan asin yang diteliti Balai Besar POM, sebelum dicuci mempunyai kandungan formalin 6,77 ppm. Setelah dicuci tinggal 5,62 ppm atau 5,62 mg formalin dalam setiap 1 kg ikan sotong. Berdasarkan data tersebut, tubuh kemungkinan masih bisa mentoleransi kandungan formaldehida bila dalam satu hari kita memakan ikan asin dalam jumlah sekitar 2,5 kg. Dengan catatan, asupan formalin hanya dari ikan asin.
Ciri kedua adalah ikan yang diberi formalin tidak akan di datangi dan dikerubungi oleh lalat. Lalat memiliki penciuman yang tajam jika ada hewan yang mati maka akan langsung datang menghampiri hewan yang mati tersebut. Jika ayam dan ikan diberi formalin maka lalat tidak akan datang menghampirinya. Tips ini dapat kita pakai saat hendak membeli ikan atau ayam di pasar.
Adapun Ciri-ciri ikan Asin yang mengandung formalin dan Ikan Asin yang  tanpa formalin dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :







Tabel 3. Perbedaan ikan asin yang mengandung formalin dengan yang tidak  mengandung formalin
No
Ikan Asin Berformalin
Ikan Asin Tanpa Formalin
1

2
3

4
Tidak rusak sampai lebih dari sebulan pada suhu kamar (25 0C).
Warna bersih dan cerah.
Tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur.
Tidak dihinggapi lalat bila diletakan di tempat terbuka.
Warna ikan asin ada yang kecokelatan.
Aroma masih khas ikan asin
Dagingnya rentan / mudah hancur

Dapat dihinggapi lalat
Sumber : Balai POM, www.umesc.usgs.gov.

2.5    Analisis Mutu Organoleptik Ikan Asin
Bakteri yang mencemari ikan asin tidak semuanya bersifat patogen, tetapi hanya bersifat sebagai perusak saja. Bakteri inilah yang menghasilkan substansi-substansi yang dapat mempengaruhi kenampakan, bau, rasa dan konsistensi yang pada akhirnya membuat bahan pangan tersebut tidak layak dikonsumsi manusia. Menurut BSN (1992), batasan yang ditetapkan dalam SNI 01-2708-1992 untuk nilai organoleptik ikan asin adalah minimal 7. Untuk melihat mutu ikan asin secara cepat dan murah adalah dengan uji organoleptik. Uji organoleptik ini menggunakan panelis atau penguji yang telah terlatih dengan baik. Para panelis akan memberikan skor/nilai pada faktor kenampakan, bau, rasa dan konsistensi. Nilai yang makin tinggi menunjukkan mutu yang makin bagus. Skor yang dipakai adalah dari angka 1 sampai 9. Kesulitan dalam cara ini terletak pada pemberian nilai, perbedaan yang kecil sering tidak kelihatan.


2.5.1. Organoleptik Kenampakan
Kenampakan yang agak kusam adalah disebabkan oleh garam yang menempel pada permukaan ikan asin yang biasanya menimbulkan warna keputihan. Pengaruh panas selama pengeringan dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan (Maillard) antara senyawa amino dengan gula pereduksi. Gula pereduksi pada ikan merupakan hasil pemecahan glikogen sesaat setelah ikan mati. Reaksi antara asam amino dan gula pereduksi akan membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna coklat yang dapat menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga terjadi karena reaksi antara protein, peptida dan asam amino dengan hasil dekomposisi lemak (Lee, 1983). Reaksi Maillard ini mudah terjadi pada bahan pangan yang berkadar air lebih besar dari 2% (Jay, 1992). Indriati et al., (1991) menemukan bahwa reaksi pencoklatan ikan asin di Indonesia kebanyakan terjadi pada produk berkadar garam 7,70% – 16,90% dengan nilai aktifitas air (Aw) antara 0,70 – 0,78. Untuk mempertahankan mutu ikan asin, hal-hal tersebut di atas harus menjadi pertimbangan di dalam melakukan proses pengolahan.

2.5.2. Organoleptik Bau
Lemak dan protein yang dipecah oleh bakteri perusak yang mencemari ikan asin  akan menghasilkan bau yang tidak diinginkan. Bau ini berasal dari metebolit-metabolit sederhana yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Bligh et al., (1988), pengeringan dapat mendorong terjadinya oksidasi dan ketengikan pada lemak sehingga dapat menurunkan nilai organoleptik bau.

2.5.3. Organoleptik Rasa
Komponen cita rasa pada ikan asin juga dipengaruhi oleh peristiwa perombakan senyawa makromolekul yang menghasilkan zat-zat yang tidak diinginkan dalam bahan pangan.
2.5.4. Organoleptik Konsistensi
Konsistensi suatu bahan pangan erat kaitannya dengan kandungan air yang ada dalam bahan pangan tersebut. Semakin kecil kandungan airnya maka bahan pangan akan semakin rapuh (Winarno, 1991).  Ikan asin yang terlalu keras kemungkinan disebabkan terlalu kering saat menjemur ikan asin. Tindakan pengemasan pada produk ikan teri asin kering adalah merupakan suatu usaha perlindungan terhadap pengaruh kelembaban udara di ruang penyimpanan. Jika tidak dikemas, udara yang lembab akan dapat meningkatkan kadar air dengan cepat dan ikan asin akan menjadi lembek. Penambahan kadar air akan menurunkan nilai konsistensi.

2.5.5. Kapang
          Kapang yang sering tumbuh pada kondisi aktifitas air rendah, selain menurunkan nilai estetika, juga potensial untuk menghasilkan racun. Menurut
penelitian Wheeler et al. dan Santoso et al. dalam Heruwati (2002), jenis kapang yang dominan pada ikan asin adalah Polypaecilum pisce dan Aspergillus niger , sedangkan jenis kapang xerofilik yang ditemukan meliputi A. awamori, A. carbonarius, A. glaucus, A. tamarii dan Eurotium glaucus . Menurut Doe dan Olley (1990), kapang Polypaecilum pisce yang ditemukan dari produk ikan asin asal Indonesia dapat tumbuh optimum pada suhu 30ºC dan aktifitas air 0,90 – 0,96.
Berikut adalah parameter pengujian organoleptik pada ikan asin dapat disajikan pada Tabel 4 dibawah ini.






Tabel 4. Parameter pengujian organoleptik ikan asin
PARAMETER
SPESIFIKASI
NILAI
KENAMPAKAN
- Utuh, bersih, rapi, bercahaya menurut jenis.
- Utuh, bersih, kurang rapi, bercahaya menurut jenis.
- Utuh, bersih agak kusam.
- Utuh, kurang bersih, agak kusam.
- Sedikit rusak fisik, kurang bersih, bbrp.bag. berkarat.
- Sedikit rusak fisik, warna sudah berubah.
- Sebagian hancur, kotor.
- Hancur, kotor sekali, warna berubah dr.spesifik jenis.
9
8
7
6
5
4
3
1
BAU
- Harum, spesifik jenis, tanpa bau tambahan.
- Kurang harum, tanpa bau tambahan.
- Hampir netral, sedikit bau tambahan.
- Netral, sedikit bau tambahan.
- Bau tambahan mengganggu, tdk.busuk, agak tengik
- Tengik, agak apek, bau amoniak.
- Tidak enak, agak busuk, amoniak keras
- Busuk
9
8
7
6
5
4
3
1
RASA
- Sangat enak sekali,spesifik jenis,tanpa rasa tambahan.
- Sangat enak, spesifik jenis, tanpa rasa tambahan.
- Enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan.
- Agak enak, spesifik jenis, sedikit rasa tambahan.
- Biasa, sedikit rasa tambahan mengganggu.
- Kurang enak, sedikit rasa tambahan mengganggu.
- Tidak enak, agak busuk.
- Sangat tidak enak, busuk.
9
8
7
6
5
4
3
1
KONSISTENSI
-Padat, kompak, lentur, cukup kering.
-Padat, kompak, lentur, kurang kering.
-Terlalu keras, tidak rapuh.
-Padat, tidak rapuh.
-Lunak, basah, tidak mudah terurai.
-Kering, rapuh, mudah terurai.
-Lunak, rapuh, mudah terurai.
-Lunak, basah, mudah terurai.
-Basah, berair, terurai jelas
9
8
7
6
5
4
3
2
1
KAPANG
- Tidak ada/tidak tampak.
- Ada/tampak
9
1



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN


3.1    Waktu dan Tempat Penelitian
          Penelitian ini di lakukan pada bulan Mei – Juni 2012. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium STPL Madani Palu dan Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan  (LPPMHP) Palu, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan Test Tubes, Glass Wear, Bag Plastik, Tabung Reaksi, Centrifuge, Stomacher, Timbangan analitik, Sendok, dan Peralatan Uji Organoleptik.
Bahan yang digunakan meliputi ikan uji, yaitu ikan asin jenis ikan kakap merah (Lutjanus altifrontalis), dan Ikan Kerapu (Ephinephelus spp) wilayah Pagimana, Ikan Lolosi (Caesio spp), dan ikan kakap merah (Lunjanus altifrontalis) wilayah Ampana, Ikan Kakatua (Scars spp) dan ikan kerapu (Ephinephelus spp) wilayah Poso, sedangkan ikan lolosi (Caesio spp) dan ikan kaka merah (Lutjanus altifrontalis) wilayah Parigi Moutong  dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah. Bahan kimia yang digunakan adalah Reagent Fo-1 dan Reagent Fo-2.

3.3    Prosedur Pengambilan Sampel
          Ikan asin yang diperoleh melalui pembelian di pasar dari beberapa wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah yaitu pasar Pagimana, pasar Ampana, pasar Poso, dan pasar Parigi Moutong untuk dijadikan sebagai bahan perbandingan dimana dalam satu pasar terdapat dua sampel yang berbeda yaitu sampel A 1 dan A 2, Sampel B 1 dan B2, C 1 dan C 2, dan D 1 dan D 2. Untuk penyimpanan sampel harus dalam keadaan yang terkontrol dimana ikan asin (sampel) yang telah diberi label untuk masing-masing wilayah disimpan kedalam satu kemasan dos untuk menghindari kerusakan sampel dan kontaminasi dari mikroba. Sampel yang diambil kemudian dihaluskan secara terpisah untuk setiap wilayah dan kemudian diberi kode seperti di bawah ini :
Perlakuan A              : Wilayah Pagimana
Perlakuan B              : Wilayah Ampana
Perlakuan C             : Wilayah Poso
Perlakuan D             : Wilayah Parigi Moutong

3.4    Metode dan Analisa
          Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan dianalisis secara deskriptif.
          Untuk mengetahui keberadaan formalin pada ikan asin (sampel), maka dilakukan pengukuran dan analisis Formaldehyde Test.  Jika terdapat formalin pada ikan asin (sampel), maka hasil pengujian tersebut akan dibandingkan dengan Colour Card untuk menentukan kandungan formalin yang terdapat pada ikan asin (sampel). Dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.


















Gambar 2. Colour Card untuk penentuan kadar formalin

3.5    Prosedur Penelitian
          Pengujian formalin pada penelitian ini dilakukan dengan dua metode.
3.5.1 Formaldehyde Test 1
1.  Ikan asin diambil daging dan kulitnya kemudian dilakukan penimbangan sebanyak 25 gram, selanjutnya dimasukan kedalam bag plastik (plastik sampel)  yang kemudian ditambahkan aquades 100 ml dan kemudian dihaluskan dengan stomacher.
2.     Diambil sampel 10 ml kemudian dimasukan kedalam tabung reaksi dan selanjutnya dimasukan lagi ke dalam Confeyer selama kurang lebih 30 menit.
3.      Cairan (sampel) diambil sebanyak 5 ml dan dimasukan kedalam test tube.
4.      Sebanyak 5 tetes Reagent Fo-1 dimasukan kedalam test tube dan dibiarkan beberapa saat.
5.      Selanjutnya dilakukan penambahan 1 mikrospoon Reagent Fo-2, kemudian ditutup rapat dan dikocok-kocok selama 1 menit sehingga pereaksi tercampur. Kemudian dibiarkan selama 5 menit.
6.      Setelah 5 menit, cocokan warna cairan sampel dengan colour card sehingga dapat ditentukan jumlah formalin yang terkandung pada ikan asin (sampel). Dapat di lihat pada Lampiran 4.

3.5.2 Formaldehyde Test 2
1.      Ikan asin diambil daging serta kulitnya dan dihaluskan kemudian dilakukan penimbangan sebanyak 5 gram, selanjutnya dimasukan kedalam bag plastik (plastik sampel).
2.      Sampel diambil sebanyak 5 ml dan dimasukan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan aquades sebanyak 10 ml dan di kocok-kocok sampai sampel dan aquades benar-benar tercampur.
4.      Sebanyak 10 tetes Reagent Fo-1 dimasukan kedalam tabung rekasi dan dibiarkan beberapa saat.
5.      Selanjutnya dimasukan kertas indikator formalin kedalam masing-masing tabung reaksi tersebut secara bersamaan kemudian dibiarkan selama 1 menit.
6.      Setelah 1 menit, cocokan warna cairan sampel dengan colour card sehingga dapat ditentukan jumlah formalin yang terkandung pada ikan asin (sampel). Dapat di lihat pada Lampiran 5.

3.5.3 Prosedur Pengujian Organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui mutu ikan asin dari segi kenampakan, bau/aroma, rasa, tekstur/konsistensi, yang merupakan penerimaan umum dari panelis (BSN 1991), Uji ini dilakukan dengan menggunakan 6 panelis terlatih di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Palu dengan menggunakan metode hedonik (memakai lembar penilaian ) yang memiliki skala 1 – 9 ( seperti Lampiran 1).
          Adapun prosedur pengujian organoleptik pada ikan asin antara lain :
1.      Pengujian dilakukan secara individual dalam booth yang disiapkan.
2.      Penilaian berdasarkan kriteria mutu dan deskripsi yang telah ditetapkan pada score sheet (lembar penilaian).
3.      Setiap kriteria dan deskripsi telah diberi skor tertentu.
4.      Hasil penilaian setiap contoh yang telah diberi kode ditulis pada formulir yang telah disiapkan.
5.      Hasil penilaian panelis kemudian ditabulasi pada daftar yang telah disiapkan dan ditentukan kelas mutu dari setiap kelompok ikan yang diuji, dengan membandingkan total skor mutu dengan skor dan persyaratan mutu ikan yang telah ditetapkan.
6.      Hasil tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

Untuk mendapatkan nilai rata-rata penilaian pengujian organoleptik pada ikan asin baik dari aspk kenampakan, bau, rasa, konsistensi dan kapang dapat digunakan rumus dibawah ini :

Rumus :
              
               Perhitungan Pengujian Mutu Penilaian Organoleptik (SNI  0123456-2006)

 


((     - 1,96 . S /      ) µ (    + 1,96 . S /     )) = 95 %


                 
                    
 


       =


 


          
                  =

         
         






Keterangan :

n         = Banyaknya panelis
x         = Nilai mutu rata-rata
xi        = Nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1 sampai n
s         = Simpangan baku niali mutu
           = Keragaman nilai mutu
                   1.96       = Koefisien standar deviasi pada taraf 95 %

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah (LPPMHP) Palu
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1    Hasil Pengujian Formalin Pada Ikan Asin
Hasil pengamatan pengujian formalin dari berbagai Wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah.
4.1.1 Analisa Pengujian Formalin Di Pasar Pagimana, Ampana, Poso dan Parigi Moutong
Hasil analisis pengujian formalin di pasar Pagimana, Ampana, Poso dan Parigi Moutong dapat di lihat pada Tabel 5 dibawah ini.
Tabel 5. Hasil uji formalin pada ikan asin pada beberapa wilayah di Propinsi     Sulawesi Tengah
No
Jenis Ikan
Kode Sampel
Hasil Pengujian
Uji 1
Uji 2
1
2
3
4
5
6
7
8
Ikan Kakap Merah
Ikan Kerapu
Ikan Lolosi
Ikan Kakap Merah
Ikan Kerapu
Ikan Kakak Tua
Ikan Kakap Merah
Lolosi
A 1
A 2
B 1
B 2
C 1
C 2
D 1
D 2
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

Hasil uji sampel berdasarkan tabel diatas bahwa Wilayah Pagimana Ampana, Poso dan Parigi Moutong yang dilakukan dengan menggunakan dua metode pengujian tidak di temukan ikan asin yang menggunakan formalin.
Dalam pengujian sampel ikan asin ini dilakukan dengan menggunakan dua metode masing-masing melalui uji sampel dengan konsentrasi Formaldehyd 10 – 100 mg/l untuk uji sampel pertama yang dilakukan di Laboratorium STPL Palu dan  0,1 - 1,5 mg/luntuk uji sampel kedua dilakukan di Dinas Keluatan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah.
Berdasarkan hasil uji sampel dari pasar Pagimana, Ampana, Poso dan Parigi Moutong bahwa tidak di dapatkan ikan asin yang positif mengandung formalin, hal ini dikarenakan dari sebagian besar para produsen banyak mengetahui alternatif untuk menghindari kerusakan pada ikan asin seperti dengan melarutkan ikan asin kedalam larutan garam dingin sehingga dapat mempertahakan daya awet dari pada ikan asin tersebut.
Dari beberapa wilayah yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah tepatnya di daerah Pagimana, Ampana, Poso, dan parigi Moutong tidak di temukan adanya penggunaan bahan berbahaya tersebut (formalin). Selain itu hal yang paling mendasar adalah formalin tidak  bisa diperdagangakan secara bebas harus terdapat izin dari pihak yang bersangkutan seperti izin dari pihak rumah sakit dan pemerintah terkait dalam hal ini balai POM, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Hal ini dikarenakan jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan yang sengaja menyimpan formalin kebahan makanan hanya untuk menambah daya awet dari pada ikan dan sebagai bahan tambahan untuk mengambil keuntungan besar, padahal pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk formalin. Antara lain di Undang-undang (UU) No 7/1996 tentang Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan No 472/1996 Tentang Pengamanan Bahan Berbahaya Bagi Kesehatan, dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No 254/2000 Tentang Tata Niaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya Tertentu. Didukung pula oleh UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen yang memberikan ancaman berat bagi penyalahgunaan formalin.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari beberapa penjual yang ada di daerah tersebut hampir semua para penjual mengolah ikan asin dengan menggunakan larutan garam sebagai mediasi sedangkan ada beberapa penjual (produsen) mengolah ikan segar untuk menjadi produk ikan asin dengan menggunakan garam kering sebagai media utama untuk pembuatan produk ikan asin menurut (Afrianto dan Liviawaty, 1989; Moeljanto,1982), Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
1) Penggaraman Kering (Dry Salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Ikan disusun dalam wadah atau tempat kedap air dan digarami dengan garam kristal. Ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling dengan garam. Lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.
2) Penggaraman Basah (Wet Salting)
Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasinya menurun) dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.
3) Kench Salting
Penggaraman ikan dilakukan dengan garam kering dan ditumpuk dalam wadah yang tidak kedap air, sehingga larutan yang terbentuk tidak tertampung. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam.




4.2   Pengujian Organoleptik
        Hasil uji organoleptik pada sampel ikan asin dari berbagai wilayah yang berbeda di Propinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada Tabel .
Tabel 6. Hasil Uji Organoleptik sampel ikan asin dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah
Penjual
Wilayah Pasar
A
B
C
D
1
2
6.0
5.4
5.43
5.0
5.03
5.03
5.43
5.4
Jumlah
11.4
10.43
10.06
10.83
Rata-rata
6.0
5.0
5.0
5.4
Ket.
A.   Wilayah Pagimana
B.   Wilayah Ampana
C.   Poso
D.   Parigi Moutong

Dari Tabel di atas dapat di lihat bahwa sampel ikan asin dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah dengan mengambil masing-masing 2 sampel dari daerah tersebut dan kemudian dilakukan pengujian organoleptik, hasil penelitian diperoleh data yang menunjukan bahwa nilai rata-rata dari sampel A adalah 6.0, sampel B (5.0), sampel C (5.0) dan sampel D yaitu 5.4. Nilai ini pada beberapa spesifikasi untuk sampel Pagimana yaitu utuh, agak kusam dan  bersih, sedangkan sampel B sampai D rata-rata spesifikasi organoleptik yaitu sedikit rusak, tidak busuk rasa yang biasa dan agak lunak (Lampiran 1).
Pada penelitian sampel A (Pagimana) dapat disimpulkan bahwa nilai kriteria ikan asin yaitu 6.0 angka ini hampir mendekati angka 7 yang sesuai dengan (BSN, 1992) tetapi belum memenuhi kriteria standar ikan asin yang ditetapkan, sedangkan untuk sampel B sampai D yaitu 5.0 sampai 5.4 tidak memenuhi kriteria ikan asin hal ini disesuaikan oleh pernyataan Badan Standarisasi Nasional (BSN,1992), yang menyatakan bahwa batasan yang ditetapkan dalam SNI 01-2708-1992 untuk nilai organoleptik ikan asin kering adalah minimal 7.
Jadi produk penelitian ikan asin ini untuk sampel B sampai D tidak  memenuhi standar kriteria mutu ikan asin yang diinginkan. Hal ini dikarenakan sebagian besar dipengaruhi oleh mikroba. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), kerusakan yang sering terjadi pada ikan asin adalah kerusakan mikrobiologis. Kerusakan pada ikan asin dapat ditimbulkan oleh bakteri halofilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa. Selain itu lama penyimpanan juga dapat mempengaruhi produk ikan asin olehnya itu tindakan pengemasan pada produk ikan asin kering adalah merupakan suatu usaha perlindungan terhadap pengaruh kelembaban udara di ruang penyimpanan. Jika tidak dikemas, udara yang lembab akan dapat meningkatkan kadar air dengan cepat dan ikan asin akan menjadi lembek.
 Untuk lebih menjelaskan mengenai nilai pengujian organoleptik pada sampel ikan asin dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah dapat di lihat pada Gambar 3 di bawah ini.










7
6
5
4
3
2
1
0
                          Pagimana        Ampana        Poso         Parigi Moutong
             
     Gambar 3. Rata-rata nilai uji organoleptik ikan asin dari berbagai          wilayah yang berbeda di Propinsi Sulawesi Tengah























 BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
Dari hasil analisa data dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.    Tidak ditemukan sampel ikan asin yang positif teridentifikasi adanya kandungan formalin yang berasal dari pasar Pagimana, Ampana, Poso dan pasar Parigi Moutong.
2.    Beberapa penjual yang ada di daerah tersebut hampir semua mengolah ikan asin dengan menggunakan larutan garam sebagai mediasi sedangkan ada beberapa penjual (produsen) mengolah ikan segar untuk menjadi ikan asin dengan menggunakan garam kering sebagai media utama untuk pembuatan produk ikan asin
3.    Hasil penelitian diperoleh data yang menunjukan bahwa nilai rata-rata dari sampel A adalah 7.0, sampel B (5.0), sampel C (4.5) dan sampel D yaitu 5.0. Nilai ini pada beberapa spesifikasi untuk sampel Pagimana yaitu utuh, agak kusam dan  bersih, sedangkan sampel B sampai D rata-rata spesifikasi organoleptik yaitu sedikit rusak, tidak busuk rasa yang biasa dan agak lunak.
4.    Hasil penelitian mengenai penggunaan formalin pada ikan asin dari berbagai wilayah di Propinsi Sulawesi Tengah dapat disimpulkan bahwa sampel ikan asin yang berasal dari daerah Pagimana, Ampana, Poso dan Parigi Moutong masih sangat aman untuk dikonsumsi oleh konsumen. hal ini dikarenakan dari beberapa kali dilakukan penelitian dengan menggunakan beberapa metode tidak ditemukan ikan asin yang mengandung formalin dari beberapa daerah tersebut.

5.2    Saran
          Perlu adanya penelitian lanjutan untuk memastikan kembali keberadaan formalin dengan menggunakan beberapa metode yang berbeda dan dengan jangka waktu yang sangat efisien.

























DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Lifiawaty E. 1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1991. Metode Pengujian Mikrobiologi Produk Perikanan : Metode Pengujian Staphylococcus aureus (SNI 01-2338). Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Ditjen Perikanan, Jakarta.

_________. 1992. Standar Nasional Indodesia Ikan Teri Asin Kering (SNI 01-
  2708- 1992). Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan, Ditjen Perikanan, Jakarta.

Bligh, E.G., S.J. Shaw, and A.D. Woyewoda. 1988. Effects of Drying and Smoking on Lipids of Fish in J.R. Burt (Ed.) Fish Smoking and Drying : The Effect of Smoking and Drying on The Nutritional Properties of Fish. Elsevier Applied Science, London.

Direktorat Pemasaran Dalam Negeri. 2006. Ikan Asin. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan.

Djarijah, A. 1995. Ikan Asin. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Doe, P.E. dan J. Olley. 1990. Drying and Dried Products in Z.E. Sikorski (Ed.) Sea Food: Resources, Nutritional Composition, and Preservation . CRC Press, Inc., Florida.

Harmoni, D. 2006. Seluk Beluk Formalin. www.hd.co.id

Heruwati, E.S. 2002. Pengolahan Ikan secara Tradisional : Prospek dan Peluang Pengembangan, Jurnal Litbang Pertanian 21 (3) : 92-99.


Indriati, N., Tazwir dan E.S. Heruwati. 1991. Penyebab Kerusakan pada Ikan Asin, Pengecer dan Grosir di Jakarta, Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan 71: 49-55.

Jay, J.M. 1992. Modern Food Microbiology. Fourth Edition. Van Nostrand
             Reinhold, New York.

Judarwanto, W. 2006. Pengaruh Formalin Bagi Sistem Tubuh. URL :

Lee, F.A. 1983. Basic Food Chemistry. Second Edition. The AVI Publishing
Company, Inc., Connecticut.

Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. PT. Penebar Swadaya, Jakatra.

Opstvedt, J. 1988. Influence of Drying and Smoking on Protein Quality in J.R. Burt (Ed.) Fish Smoking and Drying : The Effect of Smoking and Drying on The Nutritional Properties of Fish. Elsevier Applied Science, London. Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Penerbit UI

Pajaw, H. F. G. Ijong. 1996. Penerapan HACCP Dala Pengawasan Mutu Produk Perikanan. Berita FAPERIK. Unstrat no.2 Volume 4. Manado.

Republika. 2005. Perusahaan Tahu Takwa Poo di Kediri Berencana Gugat Balai POM. http://www.republika.co.id

Syam. A.F. 2007. Dampak Buruk Formalin Pada Makanan di Indonesia.


Widyaningsih DT dan SM Erni. 2006 . Formalin. Surabaya
Penerbit Trubus Agrisarana.

Wikipedia. 2007. Formaldehida. URL: http//id.wikipedia.org/wiki.formaldehida

Winarno, F.G. dan S. Fardiaz. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.












LAMPIRAN-LAMPIRAN













Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian pengujian sampel ikan asin dengan 2 metode




1.    Sampel Ikan Asin Kering                       2.  Proses pengulekan sampel




3.  Sampel yang telah diberi kode                        4. Proses penimbangan sampel






5. Pemasukan sampel kedalam                6.  Pemasukan aquades kedalam
    Tabung reaksi                                                sampel






7.  Pemasukan Reagen Fo 1                          8. Pengocokan sampel





9.  Pencocokan sampel dg colour card         10.  Colour card












11. Organoleptik                                           12. Proses penimbangan





13. Proses penimbangan                           14. Proses pengahuncuran sampel




15.Pencampuran sampel      16. Pemasukan reagen Fo1 dan                                                Fo 2






17. Hasil deteksi sampel                            




















Lampiran 4. Alur Proses Formaldehyde Test

Metode 1.

Ikan Asin
Pengambilan daging dan kulit sebanyak 25 gr
Sampel dimasukan kedalam bag plastik
Penghalusan dengan stomacher
Tambahkan aquades 100 ml
Diambil  10 ml sampel cair dimasukan kedalam tabung reaksi
Tabung reaksi dimasukan kedalam confeyer (30 menit)
dimasukan cairan sampel sebanyak 5 ml kedalam test tube
Ikan Asin (sampel)
Ditambahkan 5 tetes Reagent Fo-1
Dikocok selama 1 menit sehingga pereaksi tercampur
Ditambahkan 1 mikrospoon Reagent Fo-2
Setelah 5 menit Cocokan dengan colour card
 







































Lampiran 5. Alur Proses Formaldehyde Test

Metode 2.

Ikan asin
Pengambilan daging dan kulit 5 gr
Sampel dimasukan kedalam tabung reaksi
Tambahkan aquades 10 ml
Pengocokan sampel hinggah tercapur merata
Dimasukan Reagent Fo-1 sebanyak 10 tetes
Masukan kertas indikator kedalam tabung reaksi selama 1 menit
Setelah 1 menit cocokan dengan colour card
 







































RIWAYAT HIDUP



Mail, nama lengkap Ismail. Dj. L. Porayu   di lahirkan pada Tanggal 14 September 1990 di Desa Petapa Kecamatan Parigi Tengah  Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah anak pertama dari ketiga bersaudara Faneza Lut Fira dan Moh. Abdi Bahtiar dari pasangan Ayahanda Djurudin L.P dengan Ibunda Samina S. Saada.
Menamatkan Sekolah Dasar pada Tahun 1997 di Sekolah Dasar Negri 1 Petapa Kecamatan Parigi Tengah Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah, menamatkan Sekolah Menengah Pertama Tahun 2003 di Sekolah Menengah Pertama SMP Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kota Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah dan kemudian melanjutkan pada Sekolah Menengah Kejuruan SMK Negeri 1 Parigi Kecamatan Parigi Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah. Pada Tahun 2008 terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan (STPL) Madani Palu, pada Program Studi Teknologi Hasil Perikanan (THP). Pengalaman Internal Organisasi yaitu Pengurus  Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMATHP-STPL) Palu, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2009-2010, dan sebagai pendamping pengurus Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) periode 2011-2012. Sedangkan External Organisasi pernah menjabat sebagai Ketua Komisariat STPL Madani Palu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palu Periode 2011-2012  dan kemudian berlembaga sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar